![]() |
Sekretaris Jenderal FSB NIKEUBA KSBSI Kabupaten Batu Bara, Danil Fahmi SH |
Tarunaglobalnews.com Batu Bara —Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dijalankan sejak 2017 di Kabupaten Batu Bara dinilai belum sepenuhnya berjalan efektif.
Berdasarkan hasil kajian dan temuan lapangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri (FSB NIKEUBA) KSBSI Kabupaten Batu Bara, Danil Fahmi SH, mengatakan terdapat potensi kehilangan pendapatan daerah hingga mencapai Rp7 miliar akibat lemahnya koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Perwakilan Batu Bara dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Batu Bara.
Dipaparkan Danil, Kabupaten Batu Bara sendiri berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten induk (Asahan-red). Sejak diresmikan pada 15 Juni 2007, Batu Bara baru memiliki kantor perwakilan BPN pada tahun 2021, dan hingga kini belum berstatus kantor pertanahan definitif.
Program PTSL merupakan kebijakan nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang bertujuan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah secara gratis. Program ini diatur dalam Permen ATR/BPN No. 12 Tahun 2017 dan diperkuat oleh Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2018, untuk mempercepat pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.
Namun, hasil kajian di lapangan menunjukkan sejumlah persoalan di Batu Bara. Salah satunya, sertifikat tanah dapat diterbitkan meski Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) masih terutang atau nuggak, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Permen ATR/BPN. Kondisi ini menyebabkan banyak warga pemilik sertifikat tidak mengetahui adanya kewajiban pajak yang belum dibayarkan.
Selain itu, sambung Danil, BPN Batu Bara disebut tidak pernah menyampaikan data wajib pajak BPHTB terutang kepada Pemerintah Kabupaten melalui Bapenda, sebagaimana diamanatkan dalam regulasi. Data yang dimaksud meliputi identitas peserta, luas dan letak tanah, serta nomor sertifikat, yang seharusnya diserahkan setiap tiga bulan sekali.
“Akibat lemahnya koordinasi dan pengelolaan data, potensi pendapatan daerah dari BPHTB periode 2017–2025 diperkirakan mencapai sedikitnya Rp7 miliar tidak tertagih,” kata Danil Fahmi, Rabu (15/10/2025).
Bapenda Batu Bara pun mengakui hingga kini belum memiliki data lengkap peserta PTSL yang seharusnya menjadi dasar penghitungan dan penetapan pajak daerah. Padahal, menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB merupakan salah satu ujung tombak sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Berdasarkan temuan ini, sambung Danil Fahmi, ia mendesak agar BPN dan Bapenda Batu Bara segera melakukan rekonsiliasi data peserta PTSL periode 2017–2025, serta menindaklanjuti penagihan BPHTB terutang.
Selain itu, Kepala BPN Wilayah Sumut dan Bupati Batu Bara diminta memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang tidak menjalankan ketentuan peraturan dan Instruksi Presiden terkait program PTSL.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat akuntabilitas pelaksanaan program PTSL sekaligus mencegah kebocoran potensi pajak daerah di masa mendatang. (Red)
0 Komentar