![]() |
(Sumber foto Ist) |
Tarunaglobalnews.com Jakarta — Kekerasan terhadap jurnalis kembali mencoreng wajah demokrasi. Seorang pewarta foto, Bayu Pratama, mengalami pemukulan saat meliput aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (25/8).
Bayu tiba di lokasi sekitar pukul 13.00 WIB dan berdiri di dekat barisan aparat untuk mengabadikan situasi. Namun, ketika kericuhan memuncak, ia justru menjadi korban tindak kekerasan.
"Saya ke barisan polisi supaya lebih aman, ya sudah saya mau 'motret-motret' ternyata pas itu ada oknum 'mukulin' masyarakat, saya juga langsung dipukul tiba-tiba," ujarnya.
![]() |
(Sumber foto Ist) |
Peristiwa itu terjadi di bawah jembatan penyeberangan orang (JPO) depan Gedung DPR. Bayu menduga pemukulan terjadi karena dirinya memotret aparat yang tengah menganiaya massa. Ia dipukul di bagian kepala dan tangan, hingga terpaksa melindungi diri dengan kameranya. Akibatnya, ia mengalami luka memar dan kamera miliknya rusak.
"Saya sudah bilang kalau saya media, saya bawa dua kamera, masak tidak melihat? Terus saya pakai helm pers," kata Bayu kecewa.
Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan aparat terhadap insan pers. Sebelumnya, sepuluh jurnalis menjadi korban pemukulan di Serang, Banten.
Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI), Reno Esnir, mengecam keras kejadian tersebut.
"Kebebasan pers kembali ternoda. PFI berharap oknum pelaku dari kepolisian ditangkap dan diberikan hukuman berat," tegasnya.
Senada, Helmi Fitriansyah dari Divisi Hukum dan Advokasi PFI Nasional menegaskan bahwa profesi wartawan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
"Pewarta foto bekerja sesuai aturan dan kode etik. Tidak semestinya mendapatkan aksi represif dari aparat. Ini jadi sejarah kelam kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia," pungkasnya. (Rel-Red)
0 Komentar