Tarunaglobalnews.com Pematangsiantar – Sejarah bangsa Indonesia adalah sejarah perlawanan terhadap ketidakadilan. Dari satu generasi ke generasi berikutnya, selalu ada tokoh yang berdiri tegak di garis depan melawan penindasan.
Salah satu di antaranya adalah Pangeran Diponegoro, seorang bangsawan Jawa yang dengan teguh hati memilih hidup bersama rakyat kecil dan berjuang melawan kolonialisme Hindia Belanda.
Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 1785 dengan nama Raden Mas Ontowiryo. Sejak kecil, ia melihat penderitaan rakyat akibat pajak yang mencekik, tanah yang dirampas, dan kebijakan kolonial yang sewenang-wenang. Ketika Belanda ingin membangun jalan yang melintasi tanah leluhurnya tanpa izin, Diponegoro melihatnya bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan simbol arogansi kekuasaan. Dari titik itulah meletus Perang Jawa (1825–1830), salah satu perlawanan terbesar terhadap kolonialisme di Nusantara.
Dengan serban putih di kepala, Diponegoro memimpin pasukan rakyat para petani, santri, hingga bangsawan yang setia. Baginya, perlawanan ini bukan sekadar perang fisik, melainkan jihad melawan kezaliman. Lima tahun lamanya ia memimpin perang gerilya, menggerakkan rakyat untuk tidak tunduk pada kesewenang-wenangan. Meski akhirnya ditangkap secara licik dalam sebuah perundingan di Magelang pada 1830 dan diasingkan hingga akhir hayat di Makassar, nama Diponegoro tidak pernah padam dari ingatan bangsa. Ia menjadi teladan keberanian moral: bahwa melawan ketidakadilan adalah kewajiban, meski berhadapan dengan kekuatan besar sekalipun.
Relevansi dengan Hari Kesaktian Pancasila
Hari ini, 1 Oktober 2025, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Momentum ini hadir untuk mengingatkan bahwa sejarah bukan hanya deretan tanggal, melainkan sumber inspirasi moral. Jika perjuangan Diponegoro mengajarkan tentang keberanian melawan penjajahan, maka Pancasila hadir sebagai fondasi untuk melawan segala bentuk penindasan baru baik berupa ideologi yang memecah belah, praktik korupsi, maupun ketidakadilan sosial yang masih kita rasakan.
Kesaktian Pancasila bukan berarti Pancasila kebal terhadap tantangan, melainkan menunjukkan bahwa falsafah bangsa ini selalu mampu bertahan menghadapi berbagai ancaman. Dari pemberontakan bersenjata, upaya kudeta, hingga arus globalisasi yang membawa kolonialisme gaya baru, Pancasila tetap tegak sebagai pemersatu bangsa.
Nilai yang Terus Hidup
Ada beberapa pelajaran mendalam dari perjuangan Diponegoro yang relevan dengan kondisi bangsa saat ini:
Keberanian Melawan Kezaliman
Diponegoro tidak pernah diam ketika rakyat ditindas. Hari ini, keberanian itu perlu kita hidupkan kembali untuk melawan segala bentuk ketidakadilan dari eksploitasi sumber daya alam, korupsi, hingga manipulasi digital yang merugikan rakyat.
Kedekatan dengan Rakyat
Meski bangsawan, Diponegoro memilih hidup sederhana bersama rakyat. Spirit ini selaras dengan Pancasila, bahwa pemimpin sejati adalah yang membela kepentingan rakyat, bukan memperkaya diri sendiri.
Identitas dan Spiritualitas
Landasan perjuangan Diponegoro adalah agama dan budaya. Nilai ini menjadi pengingat agar bangsa Indonesia tidak tercerabut dari akarnya, meski menghadapi arus modernisasi dan globalisasi.
Perjuangan yang Bertransformasi
Jika dahulu perjuangan dilakukan dengan senjata, kini perjuangan bangsa hadir dalam bentuk baru: melawan radikalisme digital, memperjuangkan pemerataan ekonomi, menjaga lingkungan, dan memperkuat pendidikan. Semua ini adalah bentuk lain dari jihad melawan ketidakadilan.
Perjalanan sejarah mengajarkan bahwa bangsa ini berdiri bukan karena kebetulan, tetapi karena keberanian orang-orang seperti Diponegoro yang menolak tunduk pada kezaliman. Hari Kesaktian Pancasila mengingatkan kita bahwa perjuangan itu belum selesai.
Tugas generasi hari ini adalah menjaga agar api perjuangan tidak padam dengan hidup sesuai nilai Pancasila, berani melawan ketidakadilan, dan setia pada persatuan bangsa. Sebab, sebagaimana Diponegoro pernah menunjukkan, kemerdekaan sejati tidak hanya berarti bebas dari penjajahan, tetapi juga tegaknya keadilan, martabat, dan persatuan bangsa Indonesia. (FS)

0 Komentar