Penulis : Raden Minda Kusumah
Jakarta, 9 November 2025 — Ketua Umum Forum Komunikasi Dosen (FKD) Indonesia, Raden Minda Kusumah, menyatakan dukungannya terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Menurut Raden Minda, jasa Soeharto dalam membangun dan memajukan sektor pendidikan di Indonesia menjadi salah satu warisan penting yang patut diapresiasi secara objektif oleh bangsa ini.
“Kita perlu menilai sejarah dengan jernih dan adil. Di masa pemerintahan Soeharto, pembangunan pendidikan nasional dilakukan secara besar-besaran dan sistematis. Sekolah-sekolah dibangun hingga pelosok, kualitas guru ditingkatkan, dan banyak dosen maupun mahasiswa mendapat kesempatan melanjutkan studi ke luar negeri,” ujar Raden Minda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (9/11/2025).
![]() |
| Raden Minda Kusumah Ketua UmumForum Komunikasi Dosen (FKD) Indonesia. |
Ia menambahkan, kebijakan pendidikan di era Orde Baru menjadi landasan bagi penguatan sistem pendidikan modern di Indonesia. Salah satunya melalui program wajib belajar, pembangunan gedung sekolah dan universitas negeri di berbagai daerah, serta peningkatan kapasitas tenaga pengajar melalui pelatihan dan beasiswa pemerintah.
“Program-program seperti beasiswa luar negeri dan pembangunan perguruan tinggi baru saat itu telah menghasilkan generasi intelektual yang kini menjadi penggerak berbagai bidang pembangunan. Ini tidak bisa dipisahkan dari peran kepemimpinan Presiden Soeharto,” lanjutnya.
Raden Minda menilai, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dapat menjadi bentuk penghargaan negara atas dedikasi dan kerja keras dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
“Kita harus berani mengakui jasa seorang pemimpin dalam bidang tertentu. Dalam konteks pendidikan, Soeharto telah memberi fondasi yang kuat bagi lahirnya generasi terdidik Indonesia. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, fakta ini tidak bisa dihapus dari sejarah,” ujarnya.
FKD Indonesia, kata Raden Minda, akan terus mendorong agar diskusi mengenai gelar kepahlawanan Soeharto dilakukan secara terbuka, berbasis fakta sejarah, dan bukan semata dari sudut pandang politik.
“Kita ingin publik melihat sisi kontribusi yang nyata, khususnya di bidang pendidikan. Jika bangsa ini ingin menghargai jasa para pendahulu, maka pengakuan semacam ini bisa menjadi bentuk penghormatan yang proporsional,” pungkasnya.
Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sebelumnya menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat sipil. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyuarakan penolakan dengan berbagai alasan merupakan hal yang wajar, sebab Indonesia adalah negara demokrasi yang menghormati kebebasan berpendapat setiap warga negara.
Namun di sisi lain, sejumlah tokoh dan organisasi menilai jasa Soeharto dalam bidang pembangunan, pertanian, ekonomi, dan pendidikan layak diberikan penghargaan negara tertinggi tersebut. (*)


0 Komentar