Breaking News

6/recent/ticker-posts

Kasus Asusila Pemkab Batu Bara, Ranto Sibarani Tegaskan Sanksi Disiplin ASN Tak Perlu Tunggu Putusan Pengadilan

Ranto Sibarani, SH. MH

Tarunaglobalnews.com Batu Bara — Skandal asusila yang mencoreng Pemerintah Kabupaten Batu Bara (Pemkab) yang dilakukan oknum ASN Kabid (RH) dan Honorer (YI) Disdukcapil, Ranto Sibarani, SH, MH., seorang praktisi hukum memberikan tanggapan yang menyoroti dua aspek utama dari kasus tersebut, aspek hukum pidana dan aspek hukum kepegawaian/administrasi negara. 

Aspek Hukum Pidana (Pasal 284 KUHP) Delik Aduan

Ranto Sibarani, SH, MH., menjelaskan bahwa perzinahan adalah delik aduan absolut. Artinya, kasus ini hanya bisa diproses secara hukum pidana jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, dalam hal ini, suami/istri yang sah. 

Laporan pengaduan yang telah dibuat oleh suami YI ke Polda Sumut sudah sesuai dengan prosedur.

Praktisi Hukum itu menekankan pentingnya alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP (keterangan saksi, surat, petunjuk, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa). Meskipun penggerebekan di hotel menjadi petunjuk awal yang kuat, pembuktian tindak pidana perzinahan secara hukum membutuhkan bukti yang menunjukkan adanya persetubuhan.

Keterangan saksi dari pihak hotel atau bukti lain seperti rekaman mungkin diperlukan untuk memperkuat tuduhan.

Sedangkan ancaman hukuman berdasarkan Pasal 284 KUHP, ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan. Proses pidana ini akan berjalan secara paralel dengan proses disiplin kepegawaian. 

Aspek Hukum Kepegawaian (Administrasi Negara)

Ranto Sibarani, SH. MH menegaskan bahwa tindakan perselingkuhan dan perzinahan merupakan pelanggaran disiplin berat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga honorer. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan peraturan terkait lainnya yang melarang PNS untuk hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah.

Ranto Sibarani, SH. MH., mengapresiasi tindakan cepat Plt. Kepala Dinas Disdukcapil (nonaktifkan Kabid dan berhentikan honorer) sebagai langkah penegakan disiplin awal. Sanksi untuk ASN yang terbukti melanggar disiplin berat dapat berupa, Penurunan jabatan setingkat lebih rendah, Pembebasan dari jabatan, dan  Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri (pemecatan) sebagai PNS. Tidak Perlu Menunggu Putusan Pidana.

Menurut praktisi hukum ini, penegakan disiplin PNS tidak perlu menunggu adanya putusan pengadilan pidana yang berkekuatan hukum tetap (inkrah). Proses internal instansi dapat berjalan sendiri berdasarkan bukti pelanggaran disiplin dan kode etik.

Atasan langsung yang mengetahui pelanggaran dan tidak menindaklanjutinya juga dapat dikenakan sanksi disiplin setingkat lebih tinggi.

Ketiadaan jawaban dari Kepala BKPSDM saat dikonfirmasi media mungkin akan menjadi catatan negatif dari perspektif transparansi dan penegakan aturan.

Ranto Sibarani, SH., MH., membedakan perlakuan antara ASN (RH) dan honorer (YI). Honorer lebih mudah diberhentikan karena status kepegawaiannya berbeda dengan ASN yang memiliki perlindungan hukum lebih kuat, meskipun keduanya tetap tunduk pada aturan moral dan etika di lingkungan kerja. 

"Kasus ini sebagai contoh serius pelanggaran etika dan hukum yang dapat merusak citra birokrasi, dan menekankan perlunya penegakan hukum yang adil dan sanksi disiplin yang tegas sesuai peraturan yang berlaku."jelas Praktisi Hukum Ranto Sibarani, SH, MH., kepada awak media ini di ruang kerjanya kota Medan. Jum'at (21/11/2025). (Red)

Posting Komentar

0 Komentar