Breaking News

6/recent/ticker-posts

Etika dan Budaya Politik : Fondasi Demokrasi yang Mulai Tergerus Menjelang Pemilu 2029

Tarunaglobalnews.com Rantau Prapat – Demokrasi Indonesia bukan hanya soal pemilu lima tahunan atau keberadaan parlemen yang bekerja. Demokrasi sejati membutuhkan fondasi yang lebih dalam: etika politik dan budaya politik. Fondasi inilah yang dinilai mulai rapuh jelang Pemilu 2029.

Hal ini ditegaskan Dr. Bakhrul Khair Amal, M.Si, akademisi Universitas Negeri Medan (UNIMED), dalam kegiatan Pendidikan Politik bagi Masyarakat yang digelar Kesbangpol Provinsi Sumatera Utara di Hotel Permataland, Jl. Ahmad Yani, Rantau Prapat, Kamis (11/9/2025).

“Etika dan budaya politik ibarat dua sisi mata uang. Etika memberi landasan moral bagi penguasa, budaya politik membentuk perilaku warga negara. Tanpa keduanya, demokrasi hanya prosedur kosong,” ujarnya.

Pendidikan Politik di Labuhanbatu

Kegiatan pendidikan politik ini diselenggarakan sebagai upaya meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai demokrasi. Sesuai laporan panitia, dasar penyelenggaraan kegiatan merujuk pada Permendagri Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pedoman Fasilitasi Pendidikan Politik, serta dukungan APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2025.

Peserta yang hadir berasal dari berbagai lapisan masyarakat Kabupaten Labuhanbatu, termasuk organisasi masyarakat (Ormas), organisasi kepemudaan (OKP), mahasiswa, pelajar, hingga perwakilan partai politik.

Acara turut dihadiri oleh Kabid Politik Dalam Negeri Kesbangpol Sumut, Prama Jhon Sembiring, S.STP, M.Si, yang hadir mewakili Kepala Kesbangpol Provinsi Sumut, Dr. Ir. Mulyono. Para narasumber terdiri dari Kepala Kesbangpol Kabupaten Labuhanbatu, akademisi dari Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Adapun tujuan kegiatan ini adalah:

1. Meningkatkan pemahaman politik masyarakat,

2. Menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab warga negara,

3. Mendorong partisipasi politik serta menanamkan nilai-nilai demokrasi.

Prama Jhon Sembiring dalam laporannya menegaskan bahwa pendidikan politik sangat penting agar masyarakat tidak hanya jadi penonton, tetapi juga bagian aktif dalam mengawal demokrasi.

Etika Politik : Kompas Moral yang Mulai Tumpul

Menurut Bakhrul, etika politik bukan sekadar jargon, tetapi mencakup nilai integritas, kejujuran, transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang seharusnya menjadi kompas moral bagi pejabat publik.

Namun, realitas politik hari ini sering jauh dari harapan. Kasus korupsi, nepotisme, hingga politik uang masih marak, sehingga kepercayaan publik semakin menipis. “Ketika pemimpin tidak etis, rakyat kehilangan kepercayaan. Padahal, kepercayaan publik adalah oksigen bagi demokrasi,” tegas Bakhrul.

Budaya Politik : Cermin Kesadaran Warga

Jika etika menjadi pedoman bagi penguasa, budaya politik adalah cermin masyarakat. Apakah warga sekadar pasif sebagai penonton, atau aktif mengawasi jalannya pemerintahan?

Bakhrul mengingatkan bahwa literasi politik masyarakat masih rendah. Akibatnya, banyak warga mudah dimobilisasi dengan politik uang atau terjebak dalam hoaks. “Tanpa budaya politik yang kritis dan rasional, demokrasi akan rapuh. Partisipasi rakyat harus lebih dari sekadar hadir di bilik suara,” katanya.

Alwi Dahlan Ritonga : Sistem Politik Harus Jadi Alat Integrasi

Perspektif serupa disampaikan Alwi Dahlan Ritonga, S.I.P., M.I.Pol, dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Sumatera Utara. Ia menekankan bahwa sistem politik pada hakikatnya berfungsi sebagai alat integrasi dan adaptasi dalam masyarakat.

“Sistem politik bukan hanya mekanisme kekuasaan, tapi sarana menyalurkan aspirasi rakyat. Jika etika politik runtuh dan budaya politik lemah, maka fungsi integrasi itu terganggu dan demokrasi kehilangan makna,” jelas Alwi.

Teknologi : Antara Harapan dan Ancaman

Kedua akademisi itu juga menyinggung peran teknologi digital. Di satu sisi, media sosial membuka ruang baru bagi partisipasi politik. Namun di sisi lain, ia juga menjadi lahan subur polarisasi dan disinformasi.

“Media sosial bisa jadi alat pemberdayaan, tapi juga bisa jadi alat perpecahan jika dibiarkan liar. Polarisasi yang terjadi di Pemilu 2019 hingga 2024 adalah alarm keras bagi kita menjelang 2029,” tambah Bakhrul.

Keluarga dan Pendidikan: Benteng Pertama Demokrasi

Baik Bakhrul maupun Alwi sepakat bahwa demokrasi tidak hanya dibangun di ruang sidang parlemen, tetapi juga di ruang keluarga dan sekolah. Nilai-nilai dasar seperti kejujuran, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap perbedaan harus ditanamkan sejak dini.

“Demokrasi tidak lahir tiba-tiba dari sistem politik, tapi dibentuk dari kultur keluarga dan pendidikan yang menumbuhkan etika publik,” tutur Alwi.

Jalan Panjang Menuju Demokrasi Bermartabat

Menjelang Pemilu 2029, kedua narasumber ini menekankan bahwa demokrasi Indonesia akan menghadapi ujian berat. Namun, tantangan itu bisa diatasi bila semua pihak berkomitmen menjaga etika politik dan memperkuat budaya politik.

“Pertarungan politik boleh keras, tapi tanpa etika dan budaya politik yang sehat, demokrasi hanya akan melahirkan kekecewaan baru,” pungkas Bakhrul. (FS)

Posting Komentar

0 Komentar