Tarunaglobalnews.com Tangerang Selatan — Penerimaan siswa baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan memicu gelombang protes dari warga sekitar. Kelompok masyarakat yang menyebut diri Wong Pitu menilai proses seleksi tidak adil dan melanggar prinsip transparansi serta ketentuan dalam SK Gubernur Banten No. 162 Tahun 2024 Minggu (13/7).
Kebijakan SPMB seharusnya menjamin akses pendidikan yang setara melalui jalur domisili, afirmasi, prestasi, dan perpindahan orang tua. Namun, jalur domisili yang semestinya mendapatkan porsi minimal 50% dari kuota justru dianggap diabaikan.
“Anak kami tinggal hanya beberapa ratus meter dari sekolah, tapi tidak diterima. Sementara siswa dari luar zona lolos lewat jalur prestasi atau afirmasi tanpa penjelasan yang masuk akal,” ujar salah satu orang tua yang enggan disebut namanya.
Hak Warga Lokal Terabaikan, Sistem Diduga Disalahgunakan
Warga menyoroti lemahnya pengawasan dan mencurigai adanya penyalahgunaan jalur afirmasi dan prestasi. Mereka juga mempertanyakan penerimaan peserta dari luar zona tanpa dasar penilaian yang transparan.
Kondisi ini dinilai mencederai rasa keadilan serta merusak kepercayaan terhadap sistem pendidikan negeri.
Tuntutan : Evaluasi Menyeluruh, Investigasi Independen
Atas situasi ini, warga sekitar sekolah menyampaikan pernyataan sikap dan tuntutan sebagai berikut:
1. Evaluasi menyeluruh dan transparan atas pelaksanaan SPMB oleh Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
2. Pembukaan kembali kuota domisili atau penambahan kelas untuk mengakomodasi anak-anak dari lingkungan sekitar sekolah.
3. Investigasi independen terhadap dugaan penyimpangan jalur afirmasi dan prestasi.
4. Pertanggungjawaban Kepala Sekolah dan Panitia SPMB atas pelaksanaan yang dinilai menyimpang dari SK Gubernur No. 162/2024.
Jika tidak ada solusi konkret dalam waktu dekat, warga mengancam akan menggelar aksi damai dan melaporkan persoalan ini ke :
Ombudsman RI Perwakilan Banten
Komnas Perlindungan Anak
DPRD Provinsi Banten
Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum, jika ditemukan unsur pelanggaran administratif atau pidana
Pendidikan Adalah Hak, Bukan Privilege
Warga menegaskan bahwa perjuangan ini adalah bentuk tanggung jawab moral terhadap masa depan anak-anak mereka.
Mereka berharap pemerintah segera turun tangan. Sebab keadilan dalam pendidikan bukan hanya perintah regulasi, tapi juga tanggung jawab konstitusional negara terhadap rakyatnya.
“Jika bukan sekarang, kapan lagi ? Jika bukan kita, siapa lagi ? Ketidakadilan ini harus dilawan. Pendidikan adalah hak, bukan privilege.”(Wennie/Raja)
0 Komentar