Tarunaglobalnews.com Jakarta 1 September 2025 — Pajar Saragih, Pimpinan Redaksi Derapperistiwa.id, mengecam dengan keras insiden kekerasan yang menimpa jurnalis saat meliput aksi demonstrasi. Menurutnya, tindakan represif aparat bukan sekadar insiden acak, melainkan pola sistematis yang mengancam kebebasan pers sekaligus memukul demokrasi Indonesia ke titik nadir.
“Jangan lagi disebut insiden! Ini pola yang terencana. Wartawan yang jelas-jelas berteriak ‘saya pers!’ tetap dipukul, alat kerja dirampas, kamera dihancurkan. Ini sama saja dengan membungkam suara rakyat,” tegas Pajar dengan nada marah.
Video yang viral di media sosial memperlihatkan sejumlah jurnalis diperlakukan brutal, meski sudah memperlihatkan identitas resmi mereka. Ironisnya, fakta di lapangan ini bertolak belakang dengan janji-janji manis petinggi Polri yang selalu menyebut pers adalah mitra strategis.
“Kalau di lapangan kami terus dipukul, retorika itu hanya pepesan kosong! Ini bukan sekadar pelanggaran HAM, tapi pengkhianatan terhadap hak publik untuk tahu kebenaran!” ujarnya.
Pajar menegaskan, serangan terhadap pers bukan hanya ancaman bagi jurnalis, tetapi juga bagi rakyat. Ketika pers tidak bisa bekerja, rakyat kehilangan akses terhadap kebenaran.
Ia juga menghimbau para wartawan tetap berhati-hati di lapangan, menggunakan ID Card dan atribut pers. Namun, Pajar menekankan tanggung jawab terbesar tetap pada negara.
“Kami tidak butuh janji ‘akan diusut’. Kami butuh bukti nyata, pelaku dihukum! Tanpa efek jera, kekerasan terhadap jurnalis akan terus berulang, dan demokrasi akan terkubur!” pungkasnya.
Menurutnya, setiap pemukulan terhadap jurnalis adalah pukulan telak terhadap demokrasi. Kekerasan terhadap pers bukan hanya tindakan kriminal, tetapi juga sinyal bahwa kebebasan berpendapat sedang dibunuh secara sistematis.**(Tim Redaksi PRIMA).
0 Komentar