Tarunaglobalnews.com Medan – Pengesahan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan periode 2025–2030 oleh Kementerian Hukum dan HAM menjadi momentum penting bagi partai berlambang banteng moncong putih itu untuk menegaskan arah politiknya. SK pengesahan yang diserahkan Menteri Hukum, Supratman Andi Atgas, kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (11/9) di Jakarta, menandai dimulainya konsolidasi internal menghadapi tantangan politik lima tahun mendatang.
Bagi kader PDIP, pengesahan ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan panggilan untuk memperkuat disiplin organisasi. Hal itu ditegaskan Sutrisno Pangaribuan, kader PDIP, yang menekankan pentingnya ketegasan partai dalam memberi sanksi terhadap kader yang tidak loyal maupun melanggar etika politik.
"Tidak ada tempat bagi penghianat bangsa dan partai di PDI Perjuangan. Kader yang merusak nama baik partai, terlibat korupsi, narkoba, hingga kekerasan harus segera dipecat," tegas Sutrisno, Sabtu (13/9) di Medan.
Disiplin sebagai Fondasi Soliditas
Sutrisno menjelaskan, disiplin partai mencakup sepuluh poin penting. Di antaranya, pemecatan kader yang tidak mendukung pasangan calon yang diusung PDIP di Pilpres maupun Pilkada, kader yang berkhianat dengan bekerja sama dengan partai lain demi kepentingan pribadi, serta mereka yang menyalahgunakan jabatan politik untuk keuntungan pribadi.
Lebih jauh, ia juga menyoroti ancaman dari kader yang menyebarkan disinformasi, melakukan fitnah, atau bahkan menggalang pemakzulan kader PDIP yang menjabat Ketua DPRD. Menurutnya, tindakan semacam itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap keputusan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan harus ditindak tegas.
“PDI Perjuangan akan tetap solid untuk meraih kemenangan di setiap pemilu. Disiplin adalah kunci, dan penghianat tidak punya ruang di partai ini,” pungkas Sutrisno.
Perspektif Akademisi : Disiplin Kader sebagai Pesan Moral Publik
Namun, di balik ketegasan ini, muncul pertanyaan lebih besar: sejauh mana disiplin partai dapat menjaga keseimbangan antara loyalitas kader dengan kebebasan politik individu?
Dr. Bakhrul Khair Amal, M.Si, akademisi dari Universitas Negeri Medan (UNIMED), menilai langkah PDIP menegakkan disiplin kader merupakan langkah strategis dalam menjaga marwah partai di tengah arus politik transaksional.
"Ketegasan dalam menegakkan disiplin kader bukan sekadar menjaga soliditas internal, tetapi juga menjadi pesan moral kepada publik bahwa partai tidak kompromi dengan pelanggaran etika maupun politik transaksional," jelas Bakhrul.
Ia menambahkan, partai politik modern memiliki tanggung jawab besar tidak hanya kepada anggotanya, tetapi juga kepada demokrasi itu sendiri. Menurutnya, ketika partai konsisten menegakkan aturan, publik akan melihat bahwa demokrasi Indonesia tidak boleh dibiarkan digerogoti oleh pragmatisme.
Demokrasi dan Tantangan Pragmatisme Politik
Bakhrul juga mengingatkan bahwa disiplin partai tidak boleh dimaknai semata-mata sebagai upaya menutup ruang kritik internal. Sebaliknya, ia harus berjalan beriringan dengan tradisi musyawarah, transparansi, dan pendidikan politik yang sehat.
“Soliditas partai memang menjadi modal besar menghadapi kontestasi politik. Namun, disiplin harus ditempatkan dalam kerangka demokrasi, bukan sebagai alat pembungkaman. Di sinilah PDIP ditantang untuk menunjukkan kedewasaan politiknya,” tutup Bakhrul.
Menjaga Marwah Partai di Tengah Arus Zaman
Sejarah panjang PDIP menunjukkan partai ini telah berkali-kali ditempa oleh tekanan dari luar. Kini, tantangannya datang dari dalam: menjaga kesetiaan kader di era ketika politik sering kali ditentukan oleh kepentingan jangka pendek.
Ketegasan terhadap kader perusak partai, sebagaimana disuarakan Sutrisno dan dikuatkan oleh pandangan akademisi, menjadi isyarat bahwa PDIP sedang memperkuat barisan. Pada akhirnya, apakah disiplin ini mampu menjadi energi positif atau justru menimbulkan resistensi internal, akan sangat ditentukan oleh konsistensi partai dalam menjalankan aturan secara adil. (FS)

0 Komentar