Breaking News

6/recent/ticker-posts

Beyond Kognitif : Mendidik Hati dan Jiwa di Era Digital

Tarunaglobalnews.com

Di era yang dipenuhi stimulasi digital, tantangan terbesar pendidikan bukanlah sekadar memenuhi kepala anak dengan informasi, tetapi bagaimana menyentuh hati dan menenangkan jiwanya. Di sinilah kita diingatkan pada sebuah trilogi fundamental: otak, jantung, dan jiwa. Sebuah pemahaman yang mengakar kuat dalam Al-Qur’an dan kini menemukan pembenarannya dalam sains dan neurosains modern.

Buku “Jiwa, Otak, Jantung dalam Perspektif Sains & Al-Qur’an” karya Supangat dkk. bersama dengan kajian neurosains dalam pendidikan anak (Susanti, 2021) hadir bagai dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Keduanya menawarkan sebuah perspektif holistik: yang satu mengupas hakikat manusia melalui lensa wahyu dan ilmu pengetahuan, sementara yang lain memberikan pijakan praktis bagaimana membangun manusia itu sejak dari ayunan.

Menyibak Mukjizat Ilmiah dalam Ayat-Ayat Suci

Al-Qur’an bukan sekadar kitab ibadah, melainkan juga sumber ilmu pengetahuan. Istilah-istilah seperti tafakkur (berpikir), tadabbur (merenung), dan tabashshur (memahami) yang tersebar dalam ayat-ayat-Nya adalah seruan untuk mengaktifkan dan memaksimalkan fungsi otak. Lebih dari itu, isyarat ilmiah tentang penciptaan manusia, perkembangan janin, dan peran air bagi kehidupan telah terbukti akurat melalui mikroskop dan laboratorium modern. Ini membuktikan bahwa wahyu dan sains bukanlah dua entitas yang berseberangan, melainkan dua bahasa yang menjelaskan kebenaran yang sama.

Neurosains dan Golden Age : Merawat Pusat Kecerdasan (Otak)

Kajian neurosains modern menyodorkan fakta mencengangkan: 90% perkembangan otak terjadi sebelum anak berusia 10 tahun. Pada masa golden age ini, otak anak ibarat spons yang menyerap segala informasi dengan sangat cepat, berkat neuroplastisitas kemampuan otak untuk membentuk koneksi saraf baru. Buku “Jiwa, Otak, Jantung” mengamini hal ini dan menawarkan perspektif spiritual: stimulasi terbaik tidak hanya berasal dari mainan edukatif, tetapi juga dari lantunan ayat suci Al-Qur’an, suasana tenang, dan pengasuhan penuh cinta. Menghafal Al-Qur’an, misalnya, bukan hanya ibadah, tetapi juga latihan mental yang memperkuat memori dan konsentrasi.

Jantung (Qalb) : Di Mana Denyut Nadi Bertemu dengan Nurani

Dalam perspektif biomedis, jantung adalah mesin pemompa darah yang canggih. Namun, Al-Qur’an menyebut ‘qalb’ lebih dari 130 kali, selalu merujuk pada pusat spiritual, intuisi, dan moralitas. Sains kontemporer mulai menemukan jawabannya: jantung memiliki sistem sarafnya sendiri (‘otak jantung’) yang berkomunikasi dua arah dengan otak di kepala. Denyut jantung kita berubah sesuai dengan keadaan emosi. Inilah mengapa ketenangan yang didapat dari zikir dan shalat tidak hanya menentramkan jiwa, tetapi juga secara fisik menyehatkan jantung dan mengatur emosi.

Jiwa (An-Nafs) : Mencari Ketenangan di Tengah Pusaran Dunia

Pembahasan tentang jiwa (an-nafs) adalah titik temu yang paling dalam. Islam membedakan dengan tegas antara ruh (unsur ilahiah yang misteri) dan nafs (jiwa atau kepribadian yang berkembang). Buku ini mengajak kita melihat teori psikologi Barat dari Freud hingga Kohut lalu membingkai ulang dengan kearifan Islam: bahwa ketenangan jiwa (an-nafs al-muthma'innah) hanya akan tercapai dengan mengingat Allah. Neurosains membantu kita memahami mekanismenya: praktik spiritual seperti shalat dan syukur mengaktifkan area otak tertentu yang memproduksi ketenangan dan kebahagiaan, sekaligus menyeimbangkan kimiawi dalam tubuh.

Relevansi Bagi Pendidikan : Melampaui Sekadar Kognitif

Inilah pesan paling penting yang bisa kita petik dari kedua sumber ini. Pendidikan, khususnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), tidak boleh terjebak pada hafalan kognitif semata. Seorang pendidik harus memahami bahwa ia sedang membangun sebuah sistem yang terintegrasi: mengasah otak dengan stimulasi yang kaya, menyentuh hati dengan pendidikan karakter dan emosi, serta memberi makan jiwa dengan nilai-nilai spiritual.

Bermain, bercerita, musik, dan seni bukanlah aktivitas pengisi waktu. Mereka adalah nutrisi penting bagi otak dan jiwa anak. Lantunan Al-Qur’an dan teladan akhlak adalah software yang menginstal kebaikan langsung ke dalam qalb-nya.

Menuju Keseimbangan yang Paripurna

Keterbatasan ilustrasi dalam buku atau sifat teoritis dalam kajian neurosains tidak mengurangi kedalaman pesannya. Keduanya bersama-sama menegaskan sebuah kebenaran abadi: manusia adalah karya agung yang terdiri dari otak, jantung, dan jiwa yang saling terhubung.

Memahami trilogi ini adalah kunci tidak hanya untuk kesehatan individu, tetapi juga untuk membangun peradaban. Dengan menyelaraskan sains, neurosains, dan ajaran Al-Qur’an, kita tidak sekadar mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga generasi yang berhati nurani, berjiwa tenang, dan senantiasa terhubung dengan Penciptanya. Inilah pendidikan paripurna yang sesungguhnya. (FS)

Posting Komentar

0 Komentar