Tarunaglobalnews.com Banyuwangi, 23 Mei 2025 — Kasus dugaan penggelapan dana proyek pembangunan rumah yang menyeret nama Achmad Muhajir, warga Kelurahan Lateng, Banyuwangi, kini menjadi perhatian. Muhajir dilaporkan oleh Hendri Wigiarto ke Polresta Banyuwangi pada 23 Agustus 2024 atas dugaan pelanggaran Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Kronologi bermula ketika Hendri Wigiarto melakukan perjanjian kerjasama pembangunan rumah tinggal dengan pihak ketiga, Runggu Franky, dengan nilai proyek mencapai Rp1.075.000.000. Hendri kemudian menunjuk Achmad Muhajir sebagai pelaksana lapangan, sekaligus orang kepercayaannya untuk mengelola dana proyek tersebut dan menitipkan ATM kepadanya. Keyakinan Hendri kepada Muhajir tidak lepas dari latar belakang pria tersebut yang dikenal sebagai cucu dari almarhum Habib Hadi al-Haddar, tokoh ulama besar yang disegani di Banyuwangi. “Karena namanya membawa kehormatan Habib Hadi, saya percaya penuh,” ujar Hendri.
Total dana sebesar Rp450.000.000 telah ditransfer Hendri ke rekening pribadi Achmad Muhajir dalam beberapa tahap, mulai dari bulan September hingga Desember 2023. Namun, setelah proyek berjalan dan dilakukan evaluasi lapangan, progres pekerjaan justru tidak sesuai. Dana sebesar hampir setengah miliar rupiah hanya menghasilkan pekerjaan pasangan bata dan bekisting serta pembesian lantai dua, yang secara teknis dan nilai sangat tidak sebanding dengan pengeluaran yang dilaporkan.
Muhajir mengklaim bahwa dana Rp192.968.950 telah dibelanjakan untuk pembelian material dan pembayaran pekerja. Namun hasil fisik proyek di lapangan sangat minim, sehingga menimbulkan dugaan kuat bahwa ada bagian besar dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Setelah dilakukan konfirmasi berulang kali oleh Hendri, Muhajir akhirnya bersedia menandatangani surat kesepakatan pada 14 November 2024, di mana ia mengakui adanya kewajiban pengembalian dana sebesar Rp113.000.000 itupun Hendri mau dengan dasar arahan dari penyidik yang disuruh minta surat mediasi. Namun, hingga kini, Muhajir baru menyanggupi dan menyetor Rp3.000.000.
Muhajir sempat menjanjikan akan mengganti sisa dana dengan aset berupa barang atau properti senilai setara, namun hingga hari ini belum terealisasi. Ketika Hendri mencoba menanyakan kembali janji tersebut, Muhajir justru terkesan menghindar. Akibat situasi tersebut, Hendri akhirnya melanjutkan proses hukum yang sebelumnya sudah ia tempuh.
Laporan ke Polresta Banyuwangi yang terregistrasi dengan nomor LPM/290/VIII/2024/SPKT menyebutkan bahwa pihak kepolisian baru sebatas menunjuk penyidik. Proses ini dikhawatirkan lambat karena adanya dugaan hubungan personal antara terlapor dengan beberapa oknum di dalam institusi. “Kami khawatir ada intervensi, karena sejak Agustus sampai November prosesnya lambat,” ujar Hendri.
Selain Pasal 372 KUHP, kuasa hukum pelapor menyampaikan bahwa bila terbukti terdapat unsur niat menyesatkan atau tipu daya saat awal proyek dimulai, maka Pasal 378 KUHP tentang penipuan juga bisa dikenakan. Hal ini merujuk pada penyalahgunaan nama besar dan kepercayaan sosial demi keuntungan pribadi.
Kini, masyarakat menanti keberanian pihak kepolisian untuk bersikap tegas, netral, dan tidak tunduk pada pengaruh apa pun. Kasus ini bukan hanya menyangkut kerugian materiil, tetapi juga menyangkut nama baik tokoh ulama yang selama ini dihormati, dan digunakan secara tidak bertanggung jawab oleh cucunya sendiri. (Adhi Kristiawan)
0 Komentar