Breaking News

6/recent/ticker-posts

Cerita Perkebunan Tanah Gambus dari Sejarah, Upaya Penundaan Izin dan Signifikansi Legal

PT. SOCFINDO KEBUN TANAH GAMBUS

Penulis ; Zamal Setiawan, SH

Tarunaglobalnews.com Batubara — Beberapa hari ini, sorot mata Publik mengarah pada sebuah perusahaan yang menguasai kawasan perkebunan yang dahulu di zaman Pemerintahan Hindia-Belanda dikenal dengan Kawasan Perkebunan Limapoeloeh, dan saat ini bernama Perkebunan Tanah Gambus. Bahwa adapun perusahan yang dahulu menguasai adalah bernama Company Des Caoutchous De Padang dan entah bagaimana kawasan perkebunan itu dikuasai oleh Perusahaan Modal Asing dari Belgia yang Bernama PT. Socfin Indonesia.

Sejarah singkat ini penting untuk baseline bagi kita semua guna mengenali suatu wilayah dan pemangku kepentingan pada waktu itu, sebab jika mengutip pernyataan seorang Tokoh Politisi Bernama Fahri Hamzah yang menyatakan :

“yang menjelaskan diri kita itu bukan mulut kita, namun yang menjelaskan siapa diri kita adalah masa lalu (Sejarah-red) kita”. Senafas dengan pernyataan itu menjadi penting untuk kita dapat mengenali daerah ini lepas dari pandangan subjektif maupun tarikan kepentingan menurut hemat penulis adalah dengan menggunakan pendekatan fakta-fakta sejarah.

Riwayat Kebun Lima Puluh Sebelum Berdirinya Republik Indonesia (Dokumen ZSP)

Suasana Terkini

Eskalasi meningkat untuk mendorong Kementrian yang mempunyai Otoritas untuk menunda perizinan pemberian Hak Guna usaha (HGU) pasca pemerintah Kabupaten Batubara melalui Wakil Bupati angkat bicara. Bahwa Syafrizal sebagai Wakil Bupati Batubara menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten sebagai Penguasa Wilayah admisitratif telah bersurat secara Officially kepada Kementrian ATR/BPN. (sumber : Sumutpos.com)

Pasca pemberitaan itu Insinuasi pun berkembang bahwa setidaknya PT. Socfindo melakukan penguasaan secara Ilegal seluas 668 HA. Maka hal itu yang dijadikan dasar pijak bagi pemerintah Kabupaten Batubara untuk menuntut diberikannya tanah seluas 300 HA kepada Pemerintah Batubara. (sumber : Sumutpos.com)

Disisi lain, persoalan tidak berhenti pada titik itu, penguasaan Socfindo atas HGU Perkebunan Tanah Gambus menyisakan Konflik Agraria antara Socfindo dengan setidaknya 2 Kelompok Tani yang masih konsisten berjuang untuk atas HAK atas Tanahnya, tuntutan itu dasari klaim dari kelompok tani yang menyatakan bahwa tanah yang dikuasai PT. Socfindo sebahagian dahulunya adalah tanah Warga yang di serobot tanpa adanya ganti rugi dari PT. Socfindo kepada warga yang tergabung pada 2 Kelompok Tani itu. (sumber : gerakanmerdeka.com)

Menyusul semangat itu, berkembang wacana untuk DPRD Batubara membentuk Pansus guna memeriksa seluruh aspek legal PT. Socfindo atas penguasaan kawasan perkebunan Tanah Gambus. Dan atas berkembangnya wacana itu penulis bertanya-tanya, Seberapa urgent pansus itu? dan tidak kah kita belajar pada Pansus Kwala Gunung yang tidak menghasilkan apapun?

Signifikansi Legal

Sebelum kita membahas lebih lanjut, mari kita mulai dari pertanyaan,

- Seberapa penting Posisi Politik PT. Socfindo di Indonesia?

- Apakah saat ini HGU Perkebunan Tanah Gambus masih aktif ?

- Bahwa apakah Penundaan perizinan Pemberian HGU menguntungkan atau merugikan Pemerintah ?

Tentang posisi politik PT. Socfindo

Bahwa jika merujuk pada aspek legal fostur pendirian/ PT. Socfindo terdapat Komposisi saham 10% yang dipegang oleh pemerintah Republik Indonesia. (Sumber : Detikfinance : “Sofyan Djalil Mundur dari Socfindo”

Angka itu menjelaskan betapa pentingnya posisi politik perusahaan ini. Sehingga siapapun yang hendak mengganjal keberlanjutan investasi Bangsa eropa hendaknya mengkalkulasi ulang?

Tentang Masa Aktif HGU

Bahwa penulis mencatat bahwa PT. Socfindo mengantongi izin HGU atas perkebunan Tanah Gambus pertahun 1998, maka jika berpijak pada pasal 28 ayat 2 UU Pokok Agraria maka dapat disimpulkan pertahun 2023 HGU PT. Socfindo sudah tidak aktif.

Disisi lain muncul pertanyaan apabila dinyatakan HGU sudah tidak aktif/ berakhir haknya, dapatkah pemerintah daerah mengusir atas penguasaan kawasan Perkebunan itu?

Sebagai perbandingan, Penulis mencoba menelusuri fakta perpanjangan Hak Guna Usaha dari PT. Kwala Gunung terhadap kawasan Perk. Kwala Gunung yang mengantongi izin berdasarkan SK No. 65/HGU/Kem-ATR/BPN/2017.

Bahwa secara faktual PT. Kwala Gunung telah berakhir haknya per 2006 namun perpanjangan terjadi di tahun 2017.

Sehingga menjadi menarik untuk di amati, pada rentang waktu 2006 sampai 2017 faktanya PT. Kwala Gunung Tetap melakukan penguasaan dan pengusahaan atas tanah kawasan perkebunan Kwala Gunung.

Balik pada Perkebunan Tanah Gambus, dengan alasan belum terbitnya Hak Guna Usaha pada PT. Socfindo, dapatkah Pemda mengusir atas Penguasaan kawasan perkebunan itu? maka jawabnya Tidak mungkin! Sekali lagi mari kita lihat kasus PT. Kwala Gunung.

Kepmen ATR/BPN No. 65/HGU/KEM-ATR/BPN/2017

Tentang Penundaan Izin

Bahwa karakter kepemimpinan Pemerintahan Kabupaten Batubara dari tahun ke tahun dalam penyelesaian masalah, “presedennya” adalah dengan cara compromise dan pragmatis kenyataan itu bisa dilihat, disaat Pemerintah Kabupaten Batubara mempunyai Piutang Pajak dengan PT. Inalum. Kala itu Pemda Batubara menyelesaikan persengketaan pajak itu lewat pengampunan pajak berupa Penghapusan bunga dan denda, Belum lagi persoalan hilangnya Kas Daerah sebesar 80 M yang hingga kini masih masih dicatatkan sebagai Harta Pemda Batubara yang dipisahkan kekayaan daerah.

Sekelumit cerita itu adalah contoh kecil tentang kebiasaan Pemda Batubara dalam menyelesaikan persoalan enggan lewat mekanisme pengadilan, padahalnya mekanisme pengadilan adalah mekanisme yang lebih berkepastian.

Kembali pada Perkebunan Tanah Gambus, wacana penundaan izin maka mempunyai konsekuensi tertundanya Penerimaan Negara Bukan Pajak dari rangkaian Pendaftaran atas tanah Hak Guna Usaha, yang secara otomatis tertundanya Pendapatan asli daerah di tengah nuansa efesiensi daerah dimana-mana.

Disisi lain Para kelompok tani mulai menggantungkan harapan untuk dapat dilibatkan dan menjadi penentu dalam perpanjangan HGU itu, dengan berharap diberikannya 300 Hak atas tanah yang selama ini dikuasai PT. Socfindo, namun fakta menariknya menurut sepengamatan penulis, Kawasan yang diklaim oleh Kelompok Tani Perjuangan tidak tetapkan sebagai daerah untuk pemukiman namun masih ditetapkan sebagai Kawasan Perkebunan berdasarkan Perda No. 11 tahun 2020 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batubara Tahun 2020 -2040, berikut yang Penulis Kutip dari Lampiran II dari Perda tersebut diatas;

Lampiran II Perda No. 11 tahun 2020 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batubara Tahun 2020 -2040

Maka atas warna hijau itu mari kita amati legenda yang disajikan pada lampiran tersebut :

Legenda Lampiran II Perda No. 11 tahun 2020 tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batubara Tahun 2020 -2040 (**)



Posting Komentar

0 Komentar