Breaking News

6/recent/ticker-posts

GUNJANG GANJING TANAH EKS HGU DI DESA GUNUNGKRAMAT, KADES : JIKA BELUM DIBENAHI SPPTNYA, SAYA MENOLAK UNTUK MENJADI PENAGIH PAJAK


SUKABUMI — Gunjang Ganjing persoalan status tanah eks HGU PT. Tybar di wilayah Desa Gunungkramat Pemda Kabupaten Sukabumi harus turun tangan agar permasalahan ini selesai, demikian dikatakan Subaeta selaku Kepala Desa Gunungkramat saat setelah musyawarah dengan berbagai pihak dan tokoh setempat di Aula Desa Gunungkaramat, Selasa 01 Februari 2022.

Bahkan, Kades GunungKaramat (Subaeta) menegaskan akan hentikan penarikan pajak tanah tahun ini bila persoalan tanah belum diselesaikan di Wilayah Desanya. 

Hadir dalam kesempatan itu perwakilan warga masyarakat dan beberapa tokoh yang mengetahui asal-usul tanah tersebut.

"Persoalan ini memang harus melibatkan pemerintah daerah. Kalau hanya ditangani oleh pihak desa saja saya pikir masalah ini takkan pernah selesai. Untuk itu saya harap Pemerintah Daerah segera turun tangan untuk membenahi permasalahan ini. Bahkan saya tegaskan, apabila Bapeda tidak bertanggung jawab terkait pembenahan masalah SPPT di GunungKaramat, maka untuk tahun ini saya menolak untuk menjadi penagih pajak di tanah TN (Tanah Negara)," tegasnya.

Saat di tanya ulang dirinya mengatakan bukan Bapeda maksudnya Bapenda.

"Yaitu pokonya Pemda Sukabumi yang menangani pajak, Bapenda yah," ucapnya. 

Disinggung soal aksi kemarin dari warganya yang berjalan kaki ke Istana Presiden Jakarta, dirinya merasa prihatin karena segala sesuatunya dalam melangkah harus dengan perhitungan yang matang. 

"Saya sebetulnya prihatin terhadap mereka, karena kalau mengacu kepada aturan dan prosedural yang berlaku tidak mungkin rasanya bila mereka bisa bertemu dengan presiden. Karena secara legalitas yang menamakan diri mereka sebagai Pasopati tersebut legalitasnya belum jelas." terangnya. 

Sebaiknya tambah Subaeta, "apabila ada hal yang perlu dibahas dengan pihak Pemdes mari kita bahas bersama-sama, kita cari penyelesaiannya. Agar tidak  terjadi kesalahpahaman." ujarnya. 

Masih menurutnya, munculnya persoalan ini berawal ketika tahun 2012 lalu warga telah mendapat lahan dari pemerintah seluas 292 hektare. 

Dimana lahan tersebut sebagian sudah disertifikatkan atas nama warga. 

Namun saat ini ada pengakuan dari beberapa pihak yang mengatakan bahwa tanah itu sebagian besar telah diserobot oleh salahsatu perusahaan. Yang mana kini hanya tinggal 60 hektar saja yang menjadi milik masyarakat sedangkan sisanya telah diambil oleh perusahaan.

Demikian disampaikan Subaeta dihadapan para awak media. 

#Ruslan Mata Sosial

Posting Komentar

0 Komentar