Breaking News

6/recent/ticker-posts

Harun Ar-Rasyid: Ketika Takhta Bertemu Takwa, dan Keadilan Jadi Nafas Kepemimpinan

Sumber Foto Ist

Penulis : Faisal

Tarunaglobalnews.com

Pada suatu malam yang sunyi di Baghdad, seorang pria berpakaian biasa berjalan menyusuri gang-gang sempit. Tak ada iring-iringan pengawal, tak ada pakaian kebesaran. Tak banyak yang tahu, pria itu adalah penguasa dunia Islam kala itu Harun Ar-Rasyid, sang khalifah agung Dinasti Abbasiyah.

Ia tak sedang berkeliling untuk menaklukkan wilayah. Ia turun ke jalan untuk memastikan: apakah rakyatnya kenyang malam ini? Apakah ada yang terzalimi dan tak terdengar suaranya di istana?

Di tengah hiruk-pikuk peradaban, Harun Ar-Rasyid menjelma sebagai sosok pemimpin yang tak hanya kuat secara politik, tapi juga lembut hati, adil, dan bertakwa. Ia bukan hanya membangun Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia, melainkan juga membangun hati rakyat dengan keadilan yang nyata, bukan hanya janji-janji kosong.

"Jika aku berbuat salah, maka ingatkanlah aku." (Harun Ar-Rasyid)

Kata-kata itu tak sekadar retorika. Ia benar-benar hidup dalam semangat keterbukaan. Di dalam istananya, para ulama dan cendekiawan diundang untuk berdiskusi. Di luar istana, ia mendengar langsung keluh kesah rakyat. Baginya, jabatan hanyalah amanah, bukan alat untuk menindas atau memperkaya diri.

Sosok yang Dirindukan Zaman

Indonesia hari ini seolah kehilangan figur pemimpin yang bisa diidolakan. Di tengah gemuruh politik, banyak yang lupa bahwa kekuasaan sejatinya adalah ladang pengabdian. Maka tak heran, sosok seperti Harun Ar-Rasyid menjadi angin segar yang dirindukan oleh generasi muda generasi yang sedang mencari arah di tengah kabut keteladanan.

Harun Ar-Rasyid tak hanya adil, ia juga sangat mencintai ilmu. Di masanya, ia mendirikan Baitul Hikmah, tempat berkumpulnya para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia. Di sana, buku-buku dari Yunani, Persia, India, dan Romawi diterjemahkan dan dikaji. Ia yakin, tidak ada kekuatan yang lebih besar dari cahaya ilmu pengetahuan.

“Ilmu adalah cahaya. Dan tidak ada bangsa yang akan besar jika menjauh dari cahaya itu.”

Lebih dari itu, ia juga sangat takut pada doa orang-orang yang dizalimi. Baginya, satu doa dari hati yang terlukai bisa lebih berbahaya dari seribu pasukan bersenjata.

 “Aku lebih takut pada doa rakyat yang terzalimi daripada pada ribuan pasukan musuh.”

Pelajaran Untuk Pemuda dan Bangsa

Kisah Harun Ar-Rasyid bukan sekadar nostalgia sejarah. Ia adalah cermin besar bagi bangsa ini bahwa kepemimpinan harus berpihak pada kebenaran dan keadilan. Ia adalah potret sempurna bahwa seorang pemimpin bisa kuat, tapi tetap lembut; bisa berkuasa, namun tetap takut pada Tuhan.

Bagi generasi muda Indonesia, Harun Ar-Rasyid adalah inspirasi yang tak lekang oleh zaman. Di saat banyak idola hadir karena sensasi, ia hadir karena keteladanan. Dan kini, lebih dari sekadar cerita masa lalu, Harun Ar-Rasyid memanggil: sudahkah kita siap menjadi pemimpin seperti dirinya?

Posting Komentar

0 Komentar